Sabtu, 26 Februari 2011

PEMBUATAN SIMPLISIA DAUN BELUNTAS (Pluchea indica less)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradusional merupakan suatau produk pelayanan kesehatan yang strategis karena berdampak positif terhadap tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Tanaman obat dapat memberikan nilai tambah apabila diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis produk. Tanaman obat tersebut dapat diolah menjadi berbagai macam produk seperti simplisia (rajangan), serbuk, minyak atsiri, ekstrak kental, ekstrak kering, instan, sirup, permen, kapsul maupun tablet.
Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagi bahan baku obat yang mengalami pengolahan atau baru dirajang saja, tetapi sudah dikeringkan. Permintaan bahanbaku simplisia sebagai bahan baku obat-obatan semakin meningkat dengan bertambahnya industri jamu. Selain itu, efek samping penggunaan tanaman obat untuk mengobati suatu penyakit lebih kecil dibandingkan obat sintetis.
Proses pembuatan simplisia diperlukan beberapa tahapan yaitu pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencuciab, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan. Agar simplisia memiliki mutu dan ketahanan kualitas yang baik, selain proses pengumpulan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan dan sortasi kering, juga perlu diperhatikan proses pengepakan dan penyimpanan karena sangat berpengaruh pada kandungan kadar zat aktif dalam simplisia.
 Beluntas (Pluchea indica L.), nama tumbuhan ini mungkin jarang kita dengar. Tapi, sebetulnya bentuk tanaman ini tidak seasing namanya. Jika kita perhatikan dengan seksama, hampir dapat dipastikan orang akan langsung mengenalnya sebagai tanaman yang sering terdapat di halaman rumah, karena sering digunakan sebagai tanaman pagar.
Secara tradisional  daun beluntas digunakan sebagai obat untuk menghilangkan bau badan, obat turun panas, obat batuk, dan obat diare. Daun beluntas yang telah direbus sangat baik untuk mengobati sakit kulit. Disamping itu daun beluntas juga sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai lalapan.
Adanya informasi secara tradisional dari masyarakat yang telah lama memanfaatkan daun beluntas sebagai salah satu tanaman obat mendorong kami untuk mengolah daun beluntas tersebut menjadi simplisia yang berkhasiat serta mengidentifikasi kandungan  zat apa yang terdapat dalam simplisia daun beluntas tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat dikemudian hari.

1.2              Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang pembuatan simplisia daun beluntas adalah sebagai berikut :
1.2.1        Bagaimana morfologi dari simplisia daun beluntas ?
1.2.2        Bagaimana proses pembuatan dan pengolahan simplisia daun beluntas yang baik dan benar?
1.2.3        Adakah kandungan kimia yang terdapat dalam simplisia daun beluntas ?
1.2.4        Apakah kegunaan dan khasiat simplisia daun beluntas ?
1.2.5        Bagaimanakah pengujian mutu simplisia daun beluntas ?
1.2.6        Bagaimanakah pengamatan organoleptis terhadap simplisia daun beluntas?

1.3        Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan simplisia daun beluntas adalah sebagai berikut :
1.3.1        Mengetahui bentuk morfologi dari simplisia daun beluntas.
1.3.2        Mengetahui proses pembuatan dan pengolahan simplisia daun beluntas yang baik dan benar
1.3.3         Menentukan kandungan kimia yang terdapat dalam simplisia daun beluntas.
1.3.4         Mengetahui kegunaan dan khasiat simplisia daun beluntas.
1.3.5         Mengetahui pengujian mutu  simplisia daun beluntas.
1.3.6        Mengetahui pengamatan organoleptis dari simplisia daun beluntas.

1.4        Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari pembuatan simplisia daun beluntas adalah sebagai berikut :
1.4.1        Pengetahuan tentang bentuk morfologi dari simplisia daun beluntas
1.4.2        Pembuatan dan pengolahan simplisia daun beluntas.
1.4.3        Penentuan kandungan kimia yang terdapat dalam simplisia daun beluntas.
1.4.4        Pengetahuan tentang kegunaan dan khasiat simplisia daun beluntas
1.4.5        Pengujian mutu simplisia daun beluntas.
1.4.6        Pengamatan organoleptis terhadap simplisia daun beluntas.

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Sistematika Daun Beluntas


 






           
           

Nama Latin                 : Pluchea indica (L) Less
Nama Simplisia           : Plucheae Folium
Sinonim                       :
Nama Daerah              : Sumatera : Beluntas, Jawa : Basluntas, baruntas, luntas. Nusatenggara : Lenaboui. Sulawesi : Lamutasa
Kelas                           :
Ordo                            :
Familia                        :Asteraceae
 Genus                     
   :

2.2       Morfologi Daun Beluntas
Daun beluntas  (Pluchea indica (L) Less  dengan nama suku Asteraceae ,umumnya adalah tumbuhan liar di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu, atau ditanam sebagai tanaman pagar. Tumbuhan ini memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan, banyak ditemukan di daerah pantai dekat laut sampai ketinggian 1.00 diatas permukaan laut.
            Tanaman perdu kecil, tumbuh tegak, tinggi mencapai 1 m atau kadang-kadang lebih ini, memiliki pemerian, : berbau khas, tidak harum, rasa agak kelat. Secara makroskopik, helaian daun tunggal bertangkai, rapuh, berwarna hijau kekuningan sampai hijau tua, bentuk bundar telur sampai jorong, panjang 4 cm sampai 8 cm, lebar 3 cm sampai 5 cm, ujung daun meruncing, pangkal daun meruncing, pinggir daun bergerigi, panjang tangkai daun 4 mm sampai 8 mm. Tulang daun menyirip, pada permukaan atas dan bawah daun tidak licin, berambut.
Secara Mikroskopik, pada penampang melintang melalui tulang daun tampak epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel berbentuk empat persegi panjang, kutikula tipis bergaris, stomata sedikit, rambut penutup terdiri dari beberapa sel, ujungnya berbentuk kerucut runcing, lurus atau bengkok, rambut kelenjar tipe Asteraceae. Epidermis bawah terdiri dari 1 lapis sel berbentuk empat persegi panjang, kutikula tipis bergaris, stomata lebih banyak daripada epidermis atas, rambut penutup terdiri dari beberapa sel, lebih banyak daripada epidermis atas, rambut kelenjar tipe Asteraceae. Mesofil meliputi jaringan palisade terdiri dari 1 atau 2 lapis sel, umumnya 1 lapis sel berbentuk silindris pendek berisi banyak butir klorofil, jaringan bunga karang terdiri dari beberapa  lapis sel, terdapat kelompok serabut berdinding tebal berlignin, berkas pembuluh tipe kolateral. Pada sayatan paradermal tampak epidermis atas berbentuk poligonal, dinding antiklinal lurus atau kadang-kadang bergelombang, stromata tipe anomositik, rambut kelenjar tipe Asteraceae.
Serbuk berwarna hijau tua kekuningan, fragmen pengenal adalah rambut penutup terdiri beberapa sel dan rambut kelenjar tipe Asteraceae lepas, fragmen epidermis atas dan epidermis bawah, fragmen serabut, fragmen epidermis dengan tulang daun, pembuluh kayu dengan penebalan spiral.

2.3       Kandungan Kimia Daun Beluntas (Pluchea indica less)
            Daun beluntas sebagian besar memiliki kandungan kimia berupa alkaloid dan minyak asiri.
2.3.1        Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang sama, senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan ini.
            Alkaloid biasanya diklasifikasikan menurut kesamaan sumber asal molekulnya (precursors),didasari dengan metabolisme pathway (metabolic pathway) yang dipakai untuk membentuk molekul itu. Kalau biosintesis dari sebuah alkaloid tidak diketahui, alkaloid digolongkan menurut nama senyawanya, termasuk nama senyawa yang tidak mengandung nitrogen (karena struktur molekulnya terdapat dalam produk akhir. sebagai contoh: alkaloid opium kadang disebut "phenanthrenes"), atau menurut nama tumbuhan atau binatang dimana senyawa itu diisolasi. Jika setelah alkaloid itu dikaji, penggolongan sebuah alkaloid dirubah menurut hasil pengkajian itu, biasanya mengambil nama amine penting-secara-biologi yang mencolok dalam proses sintesisnya.
·         Golongan Pyrrolidine: hygrine, cuscohygrine, nikotina
·         Golongan Tropane: atropine, kokaina, ecgonine, scopolamine, catuabine
·         Golongan Isokuinolina: alkaloid-alkaloid opium (papaverine, narcotine, narceine), sanguinarine, hydrastine, berberine, emetine, berbamine, oxyacanthine
·         Alkaloid Fenantrena: alkaloid-alkaloid opium (morfin, codeine, thebaine)
·         Golongan Phenethylamine: mescaline, ephedrine, dopamin
·         Golongan Indola:
o             Tryptamines: serotonin, DMT, 5-MeO-DMT, bufotenine, psilocybin
o             Ergolines (alkaloid-alkaloid dari ergot ): ergine, ergotamine, lysergic acid
o             Beta-carboline: harmine, harmaline, tetrahydroharmine
o             Yohimbans: reserpine, yohimbine
o             Alkaloid Vinca: vinblastine, vincristine
o        Alkaloid Kratom (Mitragyna speciosa): mitragynine, 7-hydroxymitragynine
o             Alkaloid Tabernanthe iboga: ibogaine, voacangine, coronaridine
o        Alkaloid Strychnos nux-vomica: strychnine, brucine
·         Golongan Purine:
o             Xantina: Kafein, teobromina, theophylline
·                                 Golongan Terpenoid:
o             Alkaloid Aconitum: aconitine
o        Alkaloid Steroid (yang bertulang punggung steroid pada struktur yang bernitrogen):
§  Solanum (contoh: kentang dan alkaloid tomat) (solanidine, solanine, chaconine)
§  lainnya: conessine
·         Lain-lainnya: capsaicin, cynarin, phytolaccine, phytolaccotoxin
            Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid.Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya.(http://id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid)
            Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
            Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
            Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
            Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
            Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi :
Senyawa Alkaloid (Nama Trivial)
Aktivitas Biologi
Nikotin
Stimulan pada syaraf otonom
Morfin
Analgesik
Kodein
Analgesik, obat batuk
Atropin
Obat tetes mata
Skopolamin
Sedatif menjelang operasi
Kokain
Analgesik Piperin Antifeedant (bioinsektisida)
Quinin
Obat malaria
Vinkristin
Obat kanker
Ergotamin
Analgesik pada migrain
Reserpin
Pengobatan simptomatis disfungsi ereksi
Mitraginin
Analgesik dan antitusif
Vinblastin
Anti neoplastik, obat kanker
Saponin
Antibakteri

2.3.2    Minyak Atsiri
                  Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menuap pada udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemar, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua atau gelap. Untuk mencegah supaya tidak berubah warna minyak atsiri harus terlindungi dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap. Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan oksigen udara, ditutup rapat, serta disimpan ditempat yang kering dan sejuk.
                  Secara kimia, minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari beberapa macam komponen yang secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoid dan fenilpropana. Pengelompokan tersebut didasarkan pada awal terjadinya minyak atsiri di dalam tanaman. Melalui asal usul biosintetik, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi :
·         Turunan terpenoid yang terbentuk melalui jalur biosintetis asam asetat mevalonat dan
·         Turunan fenil propanoid yang merupakan senyawa aromatik, terbentuk melalui jalur biosintesis asam sikimat.
Terpenoid berasal dari suatu unit senyawa sederhana yang disebut isoprene. Sementara fenil propana terdiri dari gabungan inti benzene (fenil) dan propane.Penyusun minyak atsiri dari kelompok terpenoid dapat berupa terpena-terpena yang tidak membentuk cincin (asiklik), bercincin satu (monosiklik) ataupun bercincin dua (bisiklik). Masing-masing dapat memiliki percabangan gugus-gugus ester, fenol, oksida, alcohol, aldehida, dan keton. Sementara kelompok fenil propane juga memiliki percabangan rantai berupa gugus-gugus fenol dan eter fenol.

                       

                  Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar (pada famili labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (famili umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili pinaceae dan rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada famili coniferae). Pada bunga mawar kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu manis (cinnamon) banyak ditem
ui di kulit batang (cortex), pada famili umbelliferae banyak terdapat dalam perikarp buah, pada menthae sp terdapat dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah dan dalam helai daun.
                  Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian akibat lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Peranan utama dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri adalah sebagai pengusir serangga (mencegah daun dan bunga rusak) serta sebagai pengusir hewan-hewan pengusir lainnya. Namun sebaliknya minyak atsiri juga berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu terjadinya penyerbukan silang dari bunga.
                        Kerangka dasar komponen minyak atsiri adalah terpena yang terdiri dari satuan isoprena. Satuan isoprene yang berperan aktif secara biosintetik adalah isopetenil pirofosfat, dimetil alil pirofosfat, serta senyawa-senyawa yang terbentuk dari asam asetat lewat jalur biosintesis asam mevalonat. Geranil pirofosfat adalah precursor C10 dari terpena dan dianggap memiliki peran utama dalam pembentukan monoterpena serta dibentuk melalui kondensasi dari masing-masing satuan isopentenil pirofosfat dan dimetil alil pirofosfat. Geranil pirofosfat dianggap sebagai precursor langsung untuk monoterpena siklis. Namun senyawa ini berupa isomer sis terhadap neril pirofosfat sebelum monoterpena siklis dapat dibentuk. Sebab isomer trans tidak mempunyai stereo kimia yang tepat untuk siklisasi. Kemungkinan lain adalah pembentukan neril pirofosfat dari isopentenil pirofosfat. Dalam hal ini dimetilalil pirofosfat tidak tergantung pada langkah geranil pirofosfat. Bentuk pertengahan dalam pembentukan terpena siklis ditunjukkan sebagai ion karbonium.
                  Prekursor utama untuk komponen fenil propanoid dalam minyak atsiri adalah asam sinamat dan asam P-hidroksi-sinamat yang juga dikenal sebagai asam P-komarat. Dalam tanaman, senyawa ini dibentuk dari asam amino aromatic fenilalanin dan tirosid yang akhirnya disintesis lewat jalur asam sikimat. Jalur biosintetik ini dapat dilakukan oleh mikroorganisme dengan menggunakan mutan auksotropik Eschericia coli dan Enterobacter aerogenes yang membutuhkan asam amino aromatic untuk pertumbuhannya.

2.4       Khasiat Daun Beluntas (Pluchea indica less)
Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir ini, memiliki khasiat diantaranya : :
  1. meningkatkan nafsu makan (stomakik),
  2. membantu perncernaan,
  3. peluruh keringat (diaforetik),
  4. pereda demam (antipiretik), dan penyegar.
  5. akar beluntas juga berkhasiat sebagai peluruh keringat dan penyejuk (demulcent).

Selain khasiat diatas, daun beluntas juga dapat digunakan untuk :
  • Menghilangkan bau badan, bau mulut, kurang nafsu makan. Daun segar secukupnya dimakan sebagai lalap mentah atau dikukus dan dimakan bersama makan nasi.
  • Menghilangkan bau badan. Daun beluntas sebanyak 15 g, buah pinang 5 g dan garam dapur seujung sendok teh. Semua bahan direbus dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, air rebusannya diminum. Sehari 2 kali, masing-masing ? gelas.
  • Gangguan pencernaan pada anak. Daun segar setelah dicuci bersih lalu dipipis. Campurkan pada bubur saring atau nasi tim. Lakukan setiap kali makan.
  • TBC kelenjar. Daun berikut tangkai beluntas segar, ekstrak gelatin dari kulit sapi dan rumput laut hai-hai (Laminaria japonika Aresch ) masing-masing 10g, dicuci lalu dipotong-potong seperlunya. Bahan-bahan tersebut lalu ditim sampai lunak. Makan selagi hangat. Lakukan setiap hari.
  • Nyeri pada rematik, sakit pinggang. Akar beluntas sebanyak 15g dicuci lalu di potong-potong seperlunya. Tambahkan 3 gelas air, rebus sampai lunak. Makan selagi hangat. Lakukan setiap hari.
  • Demam, mengeluarkan keringat. Daun beluntas segar 15 g dicuci lalu direbus atau diseduh dengan air panas, lalu minum seperti teh. Atau, daun beluntas segar kira-kira 100 g dicuci lalu dikukus sampai matang. Dimakan bersama makan nasi, dua kali sama banyak, pagi dan sore.
  • Luka. Daun beluntas segar secukupnya dicuci lalu dipipis. Tambahkan sedikit kapur, sambil diaduk sampai rata. Ramuan ini lalu dibalurkan pada luka.
  • Datang haid tidak teratur. Daun beluntas segar sebanyak 2 genggam dicuci lalu ditumbuk sampai halus. Tambahkan air masak 2 ? gelas dan garam sebesar biji asam. Peras dan saring lalu diminum. Sehari 3 kali, masing-masing gelas

BAB III
PEMBUATAN SIMPLISIA

3.1      Waktu Pa nen Daun Beluntas (Pluchea indica less)
Sejak umur 50 hari sesudah tanam, daun beluntas sudah bisa dipetik. Lakukan pemetikan pada daun-daun muda seperti melakukan pemetikan pucuk teh. Pemetikan akan merangsang pertumbuhan cabang-cabang baru yang memungkinkan lebih banyak tunas baru tumbuh. Tunas-tunas baru ini dapat dipanen pada periode panen berikutnya. Panen pucuk kemangi dapat dilakukan hingga tanaman berumur tua. Bila ingin tanaman berumur panjang, jangan.biarkan sampai berbunga dan berbuah. Pisahkan tanaman yang khusus untuk diambil bijinya sebagai bibit. Dengan cara ini, tanaman yang hendak diambil pucuknya tak terganggu produkdvitasnya. Altematif lain dengan menyisakan satu atau dua cabang yang dibiarkan berbunga dan berbuah. Setelah bijinya tua cabang ini dipangkas.

3.2      Pengolahan Simplisia Daun Beluntas (Pluchea indica less)
Adapun tahapan pembuatan dari simplisia daun beluntas adalah sebagai berikut :
3.2.1    Pengumpulan Bahan Baku
 (Dilakukan pada:
a.       Bagian tanaman yang digunakan : Daun
b.      Umur tanaman waktu dipanen:
c.       Lingkungan tempat tumbuh
d.      Cara pengumpulan :
      (lihat lampiran gambar )
3.2.2        Sortasi Basah
            (Dilakukan pada:
Sortasi basah dilakukan dengan tujuan memishkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Dalam sortasi basah yang kami lakukan didapatkan zat asing serangga,ranting daun,akar. pada simplisia kami. (Lihat lampiran gambar)

3.2.3    Pencucian
(Dilakukan pada:
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada simplisia. Pada pencucian yang kami lakukan, kami menggunakan air sumur dengan alasan, air sumur mudah dijangkau, tidak mengeluarkan biaya, dan juga tidak mengandung zat kimia yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. (Lihat lampiran gambar)
3.2.4    Perajangan
 (Dilakukan pada:
Tujuan perajangan pada simplisia adalah untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Namun pada daun, perajangan jarang dilakukan karena ketebalan daun adalah kecil atau bisa dikatakan tipis.
            Untuk itu, pada daun pecut kudapun demikian, tidak dilakukan perjangan. Karena dikhawatirkan, pada saat pengeringan kadar zat aktif berkurang karena ketebalan daun sudah kecil atau tipis.  (Lihat lampiran gambar)
3.2.5        Pengeringan
 (Dilakukan pada:
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan mencegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
                        Cara pengeringan yang kami lakukan adalah dengan pengeringan alamiah dengan diangin-angin dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Karena daun merupakan bagian tanaman yang bersifat lunak dan mengandung senyawa aktif yang mudah menguap. (lihat lampiran gambar)
3.2.6    Sortasi Kering
            (Dilakukan pada:
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi ini adalah untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggalpada simplisia kering. (Lihat lampiran gambar)
3.2.7    Pengepakan dan Penyimpanan
 (Dilakukan pada:
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luardan dalam, seperti cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga, dan kapang. Untuk itu simplisia disimpan dalam wadah yang dapat menanggulangi hal tersebut dan tempat yang terhindar dari hal-hal tersebut. (Lihat lampiran gambar)

3.2.8    Pembuatan Serbuk Simplisia
(Dilakukan pada:









3.3       Pengujian Simplisia Daun Beluntas (Pluchea indica less)
3.3.1    Identifikasi simplisia daun beluntas
            Adapun langkah identifikasi yang dilakukan untuk uji mutu simplisia daun beluntas adalah sebagai berikut :
             I.      Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam sulfat P: terjadi warna coklat.
          II.      Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P: terjadi warna coklat kuning
       III.      Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida P 5 % b/v: terjadi warna kuning.
       IV.      Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes ammonia (25 %) P: terjadi warna kuning hijau
          V.      Timbang 300 mg serbuk daun, campur dengan 5 ml methanol P dan panaskan diatas tangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring. Cuci endapan dengan methanol P secukupnya hingga diperoleh 5 ml filtrate. Pada titik pertama lempeng KLT tutulkan 30ml filtrat., pada titik kedua tutulkaN 10ml  zat warna II LP. Eluasi dengan campuran etil asetat P-metiletil keton P-asam format P-air (50+30+10+10)dengan jarak rambat 15 cm. Amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm. Pada kromatogram tampak bercak-bercak dengan warna dan hRx sebagai berikut :

No.
hRx
Dengan sinar biasa
Dengan sinar UV 366 nm
Tanpa pereaksi
Dengan pereaksi
Tanpa pereaksi
Dengan pereaksi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
   6 -15
113 -121
126- 131
136-142
158-165
174-182
-
-
-
kuning
kuning coklat
kuning
-
-
-
kuning
kuning coklat
kuning
biru
kuning
kuning
kuning
kuning coklat
kuning
biru
kuning
kuning
kuning
kuning coklat
kuning


Catatan   : Harga Rx dihitung terhadap bercak biru dari kromatogram zat warna II LP.
                 hRf bercak warna merah = 51.

3.3.2    Uji Kemurnian
Kadar abu yang tidak larut dalam asam. Tidak lebih dari 1 %.
Kadar sari yang larut dalam air. Tidak kurang dari 20 %
Kadar sari yang larut dalam ethanol. Tidak kurang dari 5 %.
Bahan organik asing. Tidak lebih dari 2 %.