Sabtu, 19 Maret 2011

Malaikat

Jubah putih bukan malaikat
bukan tidak mungkin malaikat memakai jubah hitam
senyum adalah hiasan kebencian
kebaikan Mu adalah awal pertikaian
                     kau yang selalu bersembunyi dalam semak
                     bagaikan berburu merpati putih
                     yang kau cari
                     kau lepaskan sejuta panah kemarahan
jatuh dan tertangkap,
itulah yang kau inginkan
walau kebencian dalam kegelapan
tapi keikhlasan Mu . . . .
memberikan cahaya terang untuk jiwa ku  . . .

Aku dan Burung Camar

Setiap sore aku berjumpa
dengan burung camar yang melayang
di pantai yang indah
mencari makan untuk anak-anaknya
                  aku bahagia jika camar
                  terbang bebas di lautan
                  mengintai ikan - ikan kecil
                  oh , , , ,sungguh pemandangan yang indah
                  sayang untuk dilewatkan

SUNGAI

Saat ku pandang alam
terbanyang keindah Mu
sungai mengalir deras
bermuara di lautan luas
               menyimpan berbagai kekayaan
               menyiratkan berbagai keindahan
               batu, , , pasir , , , serta ikan , , ,
               untuk penuhi kebutuhan intan

GURUKU

kala mentari muncul
kau tancap gas sepeda motor mu
jalan berkadu udara dingin berdebu
mengejar ketepata waktu
kala mentari menyenagat kulit
              kau tancap gas sepeda motor mu
              lapar dahaga menjadi satu
              tapi tak kau hiraukan hal itu
              demi anak didik lebih maju
itulah pengabdian MU
wahai guru Ku
jasa-jasa Mu yang luhur itu
tak dapat ku lupakan
sampai akhir waktu

RUMAH KU

Di sanalah aku berteduh
Dari terik sinar matahari
dari terpaan hujan dan dinginnya malam
                 Rumah ku , , , ,
                 Di sanalah aku dibesarkan
                 Dengan penuh kasih sayang
                 oleh ayah dan bunda ku , , , ,
Rumah ku , , , ,
tempat aku dibimbing dan di didik
tentang arti persaudaraan
untuk bekal dimasa depan ku , , ,

TUHAN

Saat susah kami gelisah
Saat senang kami tenang
tapi lupa melihat mu
oh , , , tuhan
ampunilah kami
Hamba- Mu yang lupa
amiiinnnn, , , ,

PAHLAWAN

Oh , , , pahlawan
gagah perkasa dan gigih bertahan
demi mempertahankan bangsa mu
               oh , , , ,pahlawan ku
               alangkah indah jasa dan pengorbanan Mu
               kau rela mengorbankan hidup
              demi bangsa dan negara Mu
              terimakasih atas pengorbanan Mu
              jasa Mu akan selalu di kenang selamanya , , , ,

IBU

Ibu kau wanita sempurna bagi ku
kau dapat menyayangi aku
kau mencintai aku
dengan setulus hati mu
           kau korbankan jiwa raga mu
           untuk membesarkan ku
           oh , , ,, ibu aku sangat menyayangi Mu , , ,, 
           i love you mother ,. ,. ,, 

PEREMPUAN

Perempuan adlah makhluk yang serba unik
Jika tidak mengenalinya
Perempuan bisa lembut, lemah, lemah, keras
Akal pikirannya sulit di pahami
               Perempuan dapat melahirkan
               dapat menjadi seorang ibu atau pun ayah
               perempuan selalu ingin maju
               dan dapat sejajar dengan seorang laki-laki
              

SEPI

Sepi bagi ku sesuatu yang menakutkan
Sepi bagi ku sesuatu kegelapan
Sepi bagiku sesuatu dalam kesendirian
Sepi bagi ku sesuatu dalam penantian
                    Sepi adalah sunyi senyap
                    tidak ada orang satu pun
                    yang dapat menghilangkan sepi
                    kecuali diri sendiri

Jumat, 04 Maret 2011

KEJADIAN HIPOGLIKEMIA AKIBAT PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIA ORAL (OHO) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

Abstrak
Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono,2002).
Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan kronik. Komplikasi secara akut adalah reaksi Hipoglikemia dan koma diabetik. Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita dapat menjadi koma. Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dL ,atau kadar glukosa darah <80 mg/dL dengan gejala klinis (Soesirah, 1990). Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda hipoglikemia berupa penurunan kesadaran, gelisah, keluar keringat dingin dan menggigil setelah mengkonsumsi OHO dan mendapatkan terapi larutan yaitu dextrosa 40% sebanyak 2 flakon (50 mL) bolus intra vena untuk mengatasi keadaan hipoglikemia. Gula darah dipertahankan sekitar 200 mg/dL.
Keywords: Diabetes Melitus, Hipoglikemia.
History
Seorang wanita Ny. P umur 50 tahun datang ke UGD RSUD dengan penurunan kesadaran (pingsan) setelah minum obat DM dari puskesmas, sebelumnya pasien merasa gemetar dan keluar keringat dingin. Satu minggu terakhir pasien merasa mual namun tidak sampai muntah. Karena keluhan ini pasien tidak nafsu makan. Tiga hari SMRS pasien memeriksakan diri ke Puskesmas. Pada hari masuk rumah sakit pasien datang tidak sadarkan diri setelah minum satu tablet obat DM dari Puskesmas.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien tampak lemah dengan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan tanda vital terdapat hipertensi, peningkatan respirasi dan suhu tubuh dibawah normal. Pada pemeriksaan fisik ekstrimitas teraba dingin. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium kimia darah dan pemeriksaan urin rutin dengan hasil terdapat penurunan kadar gula darah dan ditemukan adanya protein dan glukosa pada urin.
Diagnosis
DM type II dengan Hipoglikemia
Terapi
Pada pasien dilakukan pemberian larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (50 mL) bolus intra vena untuk mengatasi keadaan hipoglikemia. Gula darah dipertahankan sekitar 200 mg/dL. Selama pemantauan pasien mengalami peningkatan kadar gula darah mencapai 250 mg/dL, farmakoterapi yang diberikan berupa suntikan insulin dengan dosis 5 IU.
Diskusi
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien menderita DM sejak 1 tahun terakhir, pasien rutin mengkonsumsi OHO dari Puskesmas. Pada hari masuk Rumah Sakit, pasien seperti biasa mengkonsumsi OHO, namun karena adanya mual pasien menjadi tidak nafsu makan sehingga pasien tidak makan sebelum mengkonsumsi obat tersebut, akhirnya pasien mengalami hipoglikemia yang ditandai dengan keluar keringat dingin, gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri. Riwayat hipertensi dibenarkan namun pasien tidak rutin mengkonsumsi obat antihipertensi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium kimia darah menandakan pasien dalam keadaan hipoglikemia. Ureum dan kreatinin pasien berada pada batas normal. Kolesterol total dan trigliserida normal.
Setiap penderita diabetes melitus yang memiliki penurunan kesadaran, harus dapat mengantisipasi kemungkinan menderita hipoglikemia. Perbaikan kesadaran pada para penderita diabetes melitus terutama diusia lanjut sangat lambat.
Hipoglikemia sering disebabkan oleh sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia alibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi dengan benar sampai semua obat telah berhasil di ekskresi, yang terkadang memerlukan waktu lama (sekitar 24 hingga 36 jam, bahkan mungkin lebih bagi penderita dengan gagal ginjal kronik).
Hipoglikemia memiliki gejala adrenergik (berdebar-debar, banyak berkeringat, gemetar, dan memiliki rasa lapar) dan gejala neuroglikopenik (merasa pusing, gelisah, kesadaran menurun, bahkan hingga koma). Semua penderita diabetes melitus yang mendapat obat hipoglikemik oral, maupun insulin harus mendapat penyuluhan mengenai gejala hipoglikemia dan bagaimana mengatasinya. Demikian pula keluarga penderita.
Hipoglikemia dapat diatasi dengan memberikan air manis, minuman yang mengandung gula murni, berkalori, bukan gula pemanis. Penderita juga dapat diberi suntikan glukosa 40% intravena atau glukagon jika diperlukan. Untuk pasien yang tidak sadar, pemberian glukosa 40% intravena merupakan tindakan darurat yang pertama kali diberikan.
Kesimpulan :
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita dapat menjadi koma.
Berdasarkan tanda, gejala, dan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini, maka dapat disimpulkan pasien mengalami DM type II dengan Hipoglikemia. Pasien mengalami hipoglikemia setelah mengkonsumsi OHO. Pemberian OHO memang dapat menyebabkan komplikasi akut berupa hipoglikemia. Karenanya edukasi pada pasien mengenai gejala dan tanda hipoglikemia serta penanganan awal keadaan hipoglikemia sangat penting. Penanganan awal pada pasien ini sudah tepat dengan pemberian Destrosa 40% secara intravena.
Referensi
1.     Basuki, 2002 dalam Soegondo. Penyuluhan Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.Gray, dkk. 2005. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: EMS.
2.     Hartono Andry. 1995. Tanya Jawab Diet Penyakit Gula. Jakarta: Arcan.
3.     Suyono, 2002 dalam Soegondo. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Pasien Diabetes. Jakarta: FKUI.
4.     Soesirah, 1990. Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.
5.     Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia, 1998, PERKENI, Jakarta.
6.     Noer S, ed, 1996,  Gambaran Klinis Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Ed-ke 3, FKUI, Jakarta.

Annisa, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Saras Husada, Kab. Purworejo, Jawa Tengah.

Rabu, 02 Maret 2011

PENGERTIAN PELARUT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang

Pemisahan campuran sangat penting dalam ilmu kimia dan industri. Banyak sekali pekerjaan laboratorium maupun proses industri yang melibatkan pemisahan. Pemisahan campuran memerlukan pengetahuan dan keterampilan terutama jika harus memisahkan komponen dengan kadar yang sangat kecil. Untuk tujuan seperti itu telah dikembangkan beberapa cara pemisahan antaralain memisahkan zat padat dari suatu suspensi (penyaringan dan sentrifugasi), memisahkan zat padat dari larutan (Penguapan,kristalisasi dan rekristalisasi), memisahkan campuran zat cair (destilasi, destilasi bertingkat, corong pisah) dan memisahkan campuran dua zat padat (sublimasi, kristalisasi, kromatografi). Dari beberapa pemisahan tersebut metode yang membutuhkan pelarut diantaranya kristalisasi, rekristalisasi, dan kromatografi. Selain itu dalam proses ektraksi juga dibutuhkan pelarut.
Pemurnian ini bertujuan untuk memisahkan zat dengan menggunakan jenis pelarut tertentu. Kristalisasi dan rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat padat tersebut  dilarutkan dalam suatu pelarut lalu dikristalkan kembali. Dalam memilih pelarut tersebut ada beberapa hal yang harus kita perhatikan diantaranya: hubungan antara jenis zat yang dilarutkan dengan pelarutnya, sifat kepolaran antara zat dan pelarut, pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, dan meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Jika kita ingin membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, maka bisa dilihat dari jumlahnya, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar dibanding zat terlarutnya.
Dalam suatu pemisahan yang ideal oleh ekstraksi pelarut, seluruh zat yang diinginkan akan berakhir dalam satu pelarut dan semua zat pengganggu dalam pelarut yang lain. Dalam hal semacam ini, harus kita pertimbangkan cara terbaik untuk menggabung sejumlah pemisahan parsial yang berturut-turut sampai akhirnya  kita capai derajat kemurnian yang kita dinginkan.



1.1  Rumusan Masalah
1.1.1        Apa perbedaan pelarut tunggal dengan pelarut ganda?
1.1.2        Bagaimana cara menentukan jenis pelarut yang digunakan dalam suatu pemurnian?
1.1.3        Kapan menggunakan pelarut tunggal dan pelarut ganda?

1.2  Tujuan
1.2.1        Untuk mengetahui  perbedaan pelarut tunggal dengan pelarut ganda.
1.2.2        Untuk  mengetahui cara menentukan jenis pelarut yang digunakan dalam suatu pemurnian.
1.2.3        Untuk mengetahui  penggunaan pelarut tunggal dan pelarut ganda.



BAB II
DASAR TEORI
2.1  Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) biasanya disebut pelarut organik. (http://wapedia.mobi/id/Pelarut)
Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, dan bagian per juta (part per million, ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi tinggi).
Molekul komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk suatu sruktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut. Hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil.
Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut, maka tidak akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan terbentuklah endapan. Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal, dan larutannya disebut sebagai larutan jenuh.
Titik tercapainya keadaan jenuh larutan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan, dan kontaminasi. Secara umum, kelarutan suatu zat (yaitu jumlah suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu) sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku pada zat padat, walaupun ada perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair lainnya secara umum kurang peka terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau gas dalam zat cair. Kelarutan gas dalam air umumnya berbanding terbalik terhadap suhu.
2.2 Faktor-Faktor Pemilihan Pelarut
       Dalam pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
a.         Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi bahan alami, sering juga bahan lain (lemak, resin) ikut dibebaskan bersama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal ini larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu diekstraksi lagi dengan pelarut kedua.
b.         Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
c.         Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair – cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut dalam bahan ekstraksi.
d.         Kerapatan
Pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini bertujuan kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal).
e.        Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapat selktifitas tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.
f.          Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengancara penguapan, destilasi atau retifikasi, maka titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat dan keduanya tidak membentuk aseotrop. Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih.
g.        Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun,tidak dapat terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak korosif, tidak menyebabkan timbulnya emulsi, memiliki viskositas yg rendah dan stabil secara kimia maupun termis.
(Handojo, 1995: 180)
2.3  Tablel Macam-macam Pelarut
Solvent
Pelarut Non-Polar
CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3
69 °C
2.0
0.655 g/ml
C6H6
80 °C
2.3
0.879 g/ml
C6H5-CH3
111 °C
2.4
0.867 g/ml
CH3CH2-O-CH2-CH3
35 °C
4.3
0.713 g/ml
CHCl3
61 °C
4.8
1.498 g/ml
CH3-C(=O)-O-CH2-CH3
77 °C
6.0
0.894 g/ml
Pelarut Polar Aprotic
/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-O-\
101 °C
2.3
1.033 g/ml
/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-\
66 °C
7.5
0.886 g/ml
CH2Cl2
40 °C
9.1
1.326 g/ml
CH3-C(=O)-CH3
56 °C
21
0.786 g/ml
CH3-C≡N
82 °C
37
0.786 g/ml
H-C(=O)N(CH3)2
153 °C
38
0.944 g/ml
CH3-S(=O)-CH3
189 °C
47
1.092 g/ml
Pelarut Polar Protic
CH3-C(=O)OH
118 °C
6.2
1.049 g/ml
CH3-CH2-CH2-CH2-OH
118 °C
18
0.810 g/ml
CH3-CH(-OH)-CH3
82 °C
18
0.785 g/ml
CH3-CH2-CH2-OH
97 °C
20
0.803 g/ml
CH3-CH2-OH
79 °C
30
0.789 g/ml
CH3-OH
65 °C
33
0.791 g/ml
H-C(=O)OH
100 °C
58
1.21 g/ml
H-O-H
100 °C
80
1.000 g/ml

2.4  Pemisahan atau Pemurnian
Dalam proses pemisahan atau pemurnian ini dibutuhkan suatu pelarut. Proses pemisahan suatu zat dari campurannya, pada dasarnya adalah pemisahan berdasarkan sifat fisik dari zat-zat tersebut. Jadi sangat tergantung kepada macam zat yang bercampur. Beberapa istilah yang umum dalam proses pemisahan antara lain :
·          Dekantasi, adalah proses pemisahan zat padat dari zat cair yang saling tidak larut (pada temperature tertentu) dengan cara menuangkan zat cairnya. Dekantasi ini digunakan apabila kedua zat yang tercampur ini sudah terpisah sendiri, padat di bawah cair di atas.
·          Penyaringan (Filtrasi), adalah proses pemisahan zat padat dari campuran zat cairnya melalui media kertas dengan pori besar, dimana zat padat tidak bisa melewati pori-pori keras sedangkan zat cair bisa lolos.
·          Destilasi, adalah proses pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih yang cukup besar, biasanya campuran antara dua zat cair. Bisa juga dilakukan untuk zat cair yang mempunyai perbedaan tekanan uap yang cukup besar. Ada beberapa macam destilasi: destilasi sederhana, destilasi terfraksi (bila perbedaan titik didihnya sedikit), destilasi uap (perbedaan tekanan uap), dan destilasi vakum (titik didih sebagai fungsi tekanan).
·          Ekstraksi, adalah proses pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan suatu zat terhadap dua pelarut yang berbeda. Ada beberapa macam teknik ekstraksi ini.
·          Kromatografi, adalah proses pemisahan berdasarkan sifa­t adsorpsinya dan partisi zat tersebut terhadap system zat lain dengan eluent yang mengandung pelarut tertentu.

2.5  Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik dimana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organic), yang pada hakekatnya tak tercampurkan dengan yang disebut pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solute) ke dalam pelarut yang kedua itu.
Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan dimana  zat tersebut mempunyai kelarutan yang berbeda di dalam dua atau lebih sistem pelarut. Pelarutnya harus terdiri atas sekurang-kurangnya dua macam pelarut yang tidak saling campur, dan kedua pelarut ini memiliki daya melarutkan suatu zat yang  berbeda.
Pemisahan yang dapat dilakukan, bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah. Dalam banyak kasus, pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam sebuah corong pemisah dalam beberapa menit. Teknik ini sama dapat diterapkan untuk bahan-bahan dari tingkat runutan maupun yang dalam jumlah-jumlah banyak. Kita akan terutama memperhatikan contoh-contoh dalam larutan air, dan pembentukan sepit (kelat) serta system ekstraksi asosiasi-ion (gabungan-ion).
Untuk memahami prinsip-prinsip dasar ekstraksi, harus lebih dahulu dibahas berbagai istilah yang digunakan untuk menyatakan keefektifan pemisahan. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fase tak tercampurkan a dan b, hokum distribusi (atau partisi) Nernst menyatakan bahwa, asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperature adalah konstan :
 =  = KD
Dimana KD adalah sebuah tetapan, yang dikenal sebagai koefisien distribusi (koefisien partisi). Hukum ini seperti dinyatakan di atas, secara termodinamis tidaklah benar-benar tepat, (misalnya, tak diperhitungkan aktivitas dari berbagai spesi itu, dan karenanya diharapkan hanya akan berlaku dalam larutan encer dimana angka banding aktivitas itu mendekati satu), tetapi merupakan suatu pendekatan yang berguna. Hokum ini dalam bentuknya yang sederhana, tak berlaku  bila spesi yang didistrubusikan  itu, mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fase tersebut. Pada penetapan praktis ekstraksi pelarut ini, kita terutama memperhatikan fraksi zat terlarut total dalam fase yang satu atau fase yang lainnya, tak peduli bagaimanapun cara-cara disosiasi, asosiasi , atau interaksinya dengan spesi-spesi lain yang terlarut.
            Ekstraksi pelarut umumnya digunakan dalam analisis untuk memisahkan suatu zat terlarut (zat-zat terlarut) yang dianggap penting dari zat yang mengganggu dalam analisis kuantitatif terakhir terhadap bahan tersebut,kadang justru zat terlarut pengganggu itu tidak diekstraksi secara selektif. Ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan suatu spesi, yang dalam larutan air adalah terlalu encer untuk dianalisis.
            Pemilihan pelarut untuk ekstraksi ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan berikut:
-          Angka banding distribusi yang tinggi untuk zat terlarut, angka banding distribusi yang rendah untuk zat-zat pengotor yang tidak diingini.
-          Kelarutan yang rendah dalam fase air
-          Viskositas yang cukup rendah, dan perbedaan rapatan yang cukup besar dari fase airnya, untuk mencegah terbentuknya emulsi.
-          Keberacunan (toksisitas) yang rendah dan tidak mudah terbakar.
-          Mudah mengambil kembali zat terlarut dari pelarut untuk proses-proses analisis berikutnya. Jd t.d. pelarut, kemudahan pelucutan (stripping) zat terlarut dari pelarut dengan reagensia-reagensia kimia, patut diperhatikan bilamana mungkin untuk memilihnya.
(Svehla, 1979)
Contoh :
          Yod larut (sedikit) dalam air, akan tetapi larut ­juga dalam CCI4 atau CHCI3 yang merupakan pelarut organik, CCI4 tidak bercampur dengan air. Kelarutan Yod dalam air dan dalam CCI4/CHCI3 tidak sama, maka Yod dalam air dapat diekstraksi dengan menggunakan CCI4 atau CHC13. Untuk mengetahui apakah CCI4 melarutkan I2 lebih besar daripada air maka perlu adanya pembuktian. Pelarut yang baik untuk ekstraksi harus memiliki daya kelarutan zat terlarut lebih besar dari pelarut semula.
            Praktek pemisahan secara ekstraksi dilakukan dengan menggunakan corong pisah. Suatu larutan dimasukkan kedalam corong pisah sejumlah kira-­kira sepertiganya. Masukkan pelarut lain yang mempunyai kelarutan yang lebih besar dibandingkan dengan larutan di atas, juga kedua pelarut tidak saling larut (polar-non polar). Kemudian dikocok, kedua pelarut akan saling terdispersi, dan pelarut kedua akan menarik zat dari larutannya. Cara di atas harus dilakukan berulang kali yang banyak sekali, karena proses pemisahan tergantung kepada jumlah kontak yang terjadi diantara kedua pelarut.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1   Perbedaan Pelarut Tunggal dengan Pelarut Ganda.

Pelarut tunggal:
-          Zat mudah larut dalam keadaan panas (daya melarutkan zat tinggi dalam keadaan panas)
-          Memiliki titik didih rendah
Pelarut Campuran
-          Pelarut harus saling campur dalam segala perbandingan
-          Salah satu pelarut harus sukar melarutkan zat

3.2  Penggunaan Pelarut tunggal dan Pelarut Ganda dalam Pemurnian
A. Judul   : Pemisahan dan pemurnian zat padat dengan rekristalisasi
B. Alat     :
·        Erlenmeyer
·        Gelas kimia
·        Pengaduk
·        Pipet
·        Pembakar Bunsen yang dilengkapi dengan kasa asbes
·        Corong kaca
·        Kertas saring, penjepit
·        Corong Buchner
·        Kaca arloji
·        Tabung kapiler
·        Alat penentuan titik leleh
·        Tabung reaksi
C. Bahan  :
·        Asam benzoat
·        n-heksana
·        Kloroform
·        Toluena
·        Methanol
·        Karbon/norit
·        Sikloheksana
·        Es
·        Aquades
D.  Kristalisasi Asam Benzoat
1.      Memilih pelarut yang cocok, lalu menimbang 2 gram asam Benzoat kotor.
2.      Memasukannya ke dalam gelas kimia 100 ml, lalu memasukkan sedikit demi sedikit pelarut sambil mengaduknya dalam keadaan panas sampai asam benzoat larut.
3.      Menambahkan sedikit berlebih beberapa ml pelarut panas setelah semua senyawa larut.
4.      Mendidihkan campuran diatas kasa asbes dengan menggunakkan pembakar Bunsen (api jangan terlalu besar).
5.      Menambahkan sedikit demi sedikit 0,5 gram karbon atau norit ke dalam campuran panas, dan mengaduknya dengan kaca pengaduk untuk menghilangkan warna.
6.      Mendidihkan supaya penyerapan warna lebih sempurna.
7.      Menuangkan larutan kedalam corong kaca yang dilengkapi dengan kertas saring, dan menampung filtratnya dalam labu Erlenmeyer.
8.      Mendiamkan dan mendinginkan dengan cara Erlenmeyer disiram dibawah curahan air kran atau merendamnya dalam air es.
9.       Menjenuhkan larutan bila belum terbentuk kristal yang berarti larutannya kurang jenuh, dengan cara menguapkan sebagian pelarutnya.
10.  Menyaring kristal dengan menggunakan corong Buchner, jika semua kristal sudah terbentuk dan terpisah.
11.  Mencuci kristal dalam corong Buchner dengan sedikit pelarut dingin.
12.  Menebarkan kristal di atas kertas saring lebar.
13.  Menimbang kristal kering dan menentukan titik lelehnya.
E. Rekristalisasi Asam Benzoat dalam Sistem Dua Pelarut
1.      Memasukkan 50 gram asam benzoat ke dalam tabung reaksi.
2.      Menambahkan toluen panas sedikit demi sedikit dengan jumlah volume seminimal mungkin.
3.      Menambahkan sikloheksana ke dalam larutan asam benzoat-toluena panas, sampai larutan panas tersebut mulai keruh dan mulai terbentuk kristal.
4.      Mendinginkan larutan tersebut perlahan sampai suhu kamar.
5.      Mendinginkan larutan tersebut dalam es sampai terbentuk kristal.
6.      Menentukkan titik lelehnya dan membandingkan hasilnya dengan titik leleh kristal hasil rekristalisasi dengan pelarut tunggal.
F.  Pembahasan
 Kristalisasi Asam benzoat
Pada percobaan kali ini akan dilakukan proses kristalisasi asam benzoat. Tahap pertama yang dilakukan adalah proses pelarutan asam benzoat yang berbentuk padatan agar menjadi suatu larutan. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan asam benzoat ini adalah pelarut yang cocok (5 ml heksana) yang panas. Hal ini ditujukan agar asam benzoat yang dilarutkan dapat melarut dengan sempurna. Asam benzoat yang dilarutkan dalam sikloheksana panas tersebut akan terurai menjadi ion-ionnya.
Asam benzoat yang digunakan dalam percobaan ini merupakan asam benzoat yang belum murni atau masih kotor. Karena itu dilakukan pemurnian terhadap asam benzoat tersebut agar terbebas dari zat pengotor. Asam benzoat yang telah dilarutkan dalam sikloheksana tersebut, dipanaskan sampai mendidih, setelah itu dilakukan pendinginan. Jika belum terbentuk kristal maka larutan di jenuhkan dengan cara penguapan, agar endapan dapat terbentuk dengan mudah. Tapi jika kristal sudah mulai terbentuk, maka dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk memisahkan endapan dari larutannya. Filtrat hasil penyaringan tersebut akan digunakan untuk proses kristalisasi pada tahap berikutnya. (http://annisanfushie.wordpress.com)
Rekristalisasi Asam Benzoat dalam Sistem dua Pelarut
Pada proses ini mula-mula 50 mg asam benzoat atau kristal dari hasil kristalisasi pertama dicampurkan dengan toluen panas. Hal ini ditujukan agar asam benzoat yang dilarutkan dapat melarut dengan sempurna. Kemudian ditambahkan sikloheksana sehingga larutan akan berubah menjadi keruh dan pada saat didinginkan akan terbentuk endapan atau kristal. Proses ini dinamakan proses rekristalisasi yaitu suatu cara untuk memisahkan campuran zat padat dan zat cair dengan melakukan sebanyak dua kali proses pengkristalan.












BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil kristalisasi dan rekristalisasi diperoleh titik didih yang berbeda anta pelarut yang menggunakan pelarut tunggal dengan pelarut ganda dimana dengan pelarut tunggal nilai titik lebur asam benzoat 123 0C sedangkan yang menggunakan pelarut ganda titik leburnya 120 0C.
Dalam KLT juga diperhatikan penggunaan pelarut tunggal dan ganda karena pelarut tunggal dapat menggerakkan bercak terlalu jauh, maka untuk mengatasi hal tersebut digunakan pelarut campuran.











DAFTAR PUSTAKA

Handojo, Lienda, Dr. Ir, 1995. Teknologi Kimia. Jakarta: PT Pradya Paramita
Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta.